Penulis : Tomy Erwanto, S,H
(Analis Hukum Pertama Pada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM)
Dalam bidang perdagangan Sebelum era globalisasi dimulai masyarakat cenderung melakukan transaksi jual beli barang secara langsung atau tatap muka karena terbatasnya sarana komunikasi dan transportasi untuk mengakses barang yang ingin dibeli dan dijual. Serta terbatasnya waktu untuk melakukan transaksi karena kesibukan mereka atau karena terbatasnya alat transportasi yang dapat menjangkau tempat transaksi. Tapi setelah era globalisasi dimulai masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan akses transaksi jual beli barang melalui sarana internet dimana hal itu bisa dilihat dengan mulai bermunculan toko-toko online dan marketplace online yang menawarkan transaksi jual beli barang online atau e-commerce secara mudah,praktis dan cepat. Bisa dikatakan mudah dan praktis,Karena masyarakat tinggal membuka komputer,laptop atau handphone untuk memilih barang yang diinginkan.Dan bisa dikatakan cepat karena perkembangan kemajuan transportasi yang pesat sehingga barang bisa sampai ke tujuan dengan lebih cepat. Dulu untuk mengantar barang kesatu tempat ketempat lain bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan, Tapi sekarang dengan semakin banyaknya pilihan sarana transportasi seperti pesawat,kereta cepat dan kapal maka barang bisa diantar lebih cepat. Di Negara Indonesia sendiri perkembangan transaksi e-commerce sudah mulai ramai semenjak tahun 2010 seiring kemajuan perkembangan sarana komunikasi modern khususnya internet dan handphone. E-commerce sendiri merupakan suatu proses pembelian, penjualan, pertukaran barang dan jasa antara dua belah pihak melalui system elektronik seperti internet atau televisi. Ecommerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, system manajemen inventori otomatis, dan system pengumpulan data otomatis. Contoh dari ecommerce dapat berupa pembelian barang elektronik, buku, pakaian, tas, jam dan kebutuhan tersier lainnya yang dilakukan secara online dimana pihak penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara langsung dalam melakukan transaksi jual beli.
Masyarakat Indonesia sendiri biasanya melakukan transaksi e-commerce melalui took online dan marketplace . Marketplace dan toko online memiliki perbedaan dimana Marketplace adalah suatu tempat di internet dimana banyak pihak berkumpul untuk melakukan proses transaksi jual beli, ada yang ingin mencari suatu barang dan ada pihak lain yang sedang ingin menjual barang. Secara konvensional, konsep marketplace bisa dianalogikan seperti pasar tradisional dimana banyak orang berkumpul di tempat tersebut untuk melakukan transaksi jual beli. Pihak penyedia marketplace bertindak sebagai fasilitator yang mewadahi pertemuan dan transaksi legal antara pihak penjual dan pihak pembeli Contoh marketplace online di Indonesia adalah Tokopedia,Bukalapak dan Shopee. Sedangkan Toko online dapat dianalogikan sebagai toko ritel yang dioperasikan secara virtual. Pihak penjual akan memberi barang secara grosir dan menjualnya secara retail kepada para pelanggan melalui perantaraan komunikasi via internet Contoh toko online di Indonesia adalah Blibi.com dan Zalora.Selain memiliki perbedaan toko online dan marketplace juga memiliki persamaan yang terletak pada penggunaan media internet sebagai sarana utama bisnis mereka.Menurut data yang disampaikan Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary menyatakan pertumbuhan nilai perdagangan elektronik (ecommerce)di Indonesia mencapai 78 persen, tertinggi pertama di dunia Masyarakat Indonesia sendiri menyambut hangat munculnya banyak toko online dan marketplace online karena menganggap ecommerce sebagai suatu jawaban akan sebuah transaksi jual beli yang praktis dan mudah.Dimana kita tinggal melihat barang dan sfesifikasinya lalu kita tinggal memilih system pembayaran , Apakah kita ingin membayar lewat transfer rekening , lewat toko retail atau saat barang datang semua ( C0D) pilihan sudah disediakan.Namun dibalik kemudahan yang didapatkan oleh konsumen dalam melakukan pembayaran melalui sistem bayar di tempat (COD) terdapat masalah yaitu barang yang diterima kadang rusak,tidak sesuai sfesifikasi dan bahkan ada yang kosong.Masalah ini jelas merugikan konsumen dan menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat luas mengenai keamanan dalam melakukan transaksi ecommerce.
Bukan hanya itu saja akibat Permasalahan belanja online dengan sistem cash on delivery (COD) bermunculan saat ini. Muncul permasalahan baru karena konsumen ingin terhindar dari penipuan belanja online sehingga memeriksa terlebih dulu barang pesanan sebelum membayar. Padahal, berdasarkan aturan main COD belanja online, pembeli tidak boleh membuka pesanan sebelum pembayaran. Alhasil, jika barang pesanan tersebut tidak sesuai,pembeli menolak membayar kepada kurir. Permasalah tersebut semakin bertambah karena pembeli melampiaskan keluhannya tersebut kepada kurir. Padahal, kurir tersebut tidak mengetahui detail transaksi belanja online antara pembeli dan penjual. Bahkan, keluhan tersebut disampaikan dengan penghinaan hingga ancaman senjata tajam. Sehingga, permasalahantersebut menimbulkan permasalahan hukum baru.
Sebenarnya secara umum Perlindungan Hukum Konsumen dalam transaksi e-commerce baik dengan sistem pembayaran COD maupun sitem pembayaran lain sudah diatur dalam Undang- Undang No 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen dan diatur secara khusus melalui.Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik Dalam Undang-Undang No 8 tahun 1999 pasal 1 angka 1 dijelaskan pengertian Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjaminadanya kepastian hukum untuk memberiperlindungan kepada Konsumen. Konsumen sendirimenurut pasal 2 adalah adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Konsumen Menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999,konsumen memiliki hak-hak tertentu yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Bahkan hak diatas juga diperkuat dalam Pasal 49 ayat (3) Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan System dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau terdapat cacat tersembunyi. Jadi konsumen secara langsung mendapat perlindungan hukum
konsumen jika barang yang dikirim tidak sesuai atau ada cacat tersembunyi. Pelaku usaha sendiri juga akan mendapat hukuman jika melanggar hak konsumen dimana itu diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
“Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Perbuatan sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Marketplace sendiri sebenarnya sudah menyediakan fitur pengembalian barang jika barang yang diterima rusak atau tidak sesuai dengan yang dibeli atau dipesan.Namun kebanyakan konsumen tidak mengetahui fitur dan tata cara pengembalian barang.Sepert contoh dalam pengembalian barang yang tidak sesuai di marketplace Shopee dan Tokopedia perlu bukti video Unboxing saat membuka paket,dimana sayangnya hal ini tidak semua konsumen tahu. Harusnya ada kewajiban di setiap paket yang akan dijual ada tulisan WAJIB VIDEO UNBOXING agar baik konsumen dan penjual tidak ada perasaan salin curiga mengenai keadaan barang sesungguhnya.Sementara itu di Lazada fitur pengembalian barang cukup mudah dengan menyertakan foto barang saja apakah rusak,kurang jumlah atau malah berbeda dengan dipesan.Dan juga sebenarnya konsumen tidak perlu takut dengan ongkos pengembalian barang karena marketplace kebanyakan mengratiskan ongkir pengembalian barang. Informasi tentang Perlindungan Konsumen bukan hanya konsumen yang wajib mencari tahu.tetapi marketplace juga wajib memberikan edukasi dan menjaga agar konsumen terpenuhi hak-hak perlindungannya melakukan transaksi di marketplacenya baik dengan sistem pembayaran transfer maupun COD.