Jakarta (9/6) – Peradilan adat menjadi topik yang ramai dibicarakan di berbagai kalangan baik dalam disikusi ilmiah di tingkat lokal maupun nasional dalam beberapa tahun terakhir. Munculnya isu peradilan adat tersebut tidak lain adalah karena selama bertahun-tahun keberadaan peradilan adat telah berangsur-angsur dihapuskan melalui Undang-undang Darurat Nomor 1 tahun 1951 Tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan Dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil, diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 9 dan Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 81, pada Pasal 1 ayat (2) huruf b. Badan Ekosob Pusat Penelitian dan Pengembangan HAM mengadakan diskusi publik mengenai Naskah Pra Kebijakan tentang “Perlindungan Hukum Melalui Jalur Non Litigasi Bagi Masyarakat Adat”.
Peradilan berupaya memberikan perlindungan hukum terhadap anggota masyarakat adat yang melakukan pelanggaran seperti pencurian, perkelahian dan sebagainya yang termasuk dalam tindak pidana ringan. Dalam hal ini pohak kepolisian dan pengadilan pun telah menyerahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikan kasus secara non litigasi terlebih dahulu sebelum dilakukan proses hukum lebih lanjut. Penyelesaian permasalahan secara non litigasi oleh lembaga adat dilakukan dengan sistem musyawarah, sehingga pemberian sanksi diupayakan tidak memberatkan anggota masyarakat yang melakukan tindak kejahatan ringan, khususnya kasus pencurian yang disebabkan faktor ekonomi.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan masukan dan data untuk penyempurnaan hasil kajian yang harapannya dapat menghasilkan naskah pra kebijakan sebagai dasar akademik pembuatan kebijakan. (*Humas)